Selasa, 23 April 2013

Sejarah Berdirinya Unkhair Ternate


        Universitas Khairun (selanjutnya disingkat UNKHAIR) didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Utara bersama tokoh masyarakat pada tahun 1964 melalui pendirian Yayasan Pembina Pendidikan Khairun tahun 1964 tanggal 15 Agustus 1964 dan terdaftar sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 100/B/SWT/1965 tanggal 15 Februari 1965.


         Pendirinya adalah: Sultan Ternate Muhammad Djabir Syah, M.S. Djahir (Bupati Maluku Utara), Baharudin Lopa (Kepala Kejaksaan Negeri Maluku Utara), Adnan Amal (Hakim Pengadilan Negeri Ternate), Mursaha (Kepala Kepolisian Resort Maluku Utara), Jasin Muhammad (dosen IKIP Manado), A.K. Safar (Kepala SMA Negeri Ternate), A. S. A. Latif (Kepala SGA Negeri Ternate), Idrus Hasan (mahasiswa IKIP Manado), Ibrahim Abbas (mahasiswa IKIP Manado), Said Ammary (Kepala Dana Kopra Maluku dan Irian Barat [DAKOMIB]), Jasin Bopeng (KPS Ternate), Karel Tan (Kepala Dinas Kesehatan Maluku Utara), dan Muhammad Nasir (Pegawai Bagian Umum Kantor Bupati Maluku Utara).

         Nama UNKHAIR merupakan usulan dari Sultan Ternate Mudaffar Sjah mengenai perubahan – penambahan – dari nama Universitas Khairun (UNKHAIR) menjadi Universitas Sultan Khairun patut diberi apresiasi. Pertama, kenapa para pendiri Unkhair pada waktu itu tidak berpikiran seperti Sultan Ternate saat ini (Mudaffar Sjah) dengan memberi penamaan secara lengkap?. Kedua, keselarasan serta eksistensi daerah kesultanan di nusantara menjadi pegangan, seperti pada beberapa nama universitas di Indonesia yang menggunakan kata Sultan. Semangat mendirikan Unkhair diibaratkan dengan apa yang dilakukan oleh para pejuang intelektual pada masa kolonial, agar dapat keluar dari keterkungkungan penjajahan di nusantara. Gerakan Budi Utomo, serta peran para aktivis pemuda pada masa itu seperti Muhammad Yamin, memiliki komitmen yang sama untuk memulai kesadaran baru serta menerobos sifat ke-egosentrisan. Dengan begitu akhirnya mereka dapat memupuk perasaan senasib-sependeritaan, untuk satu tujuan yakni keluar dari keterkungkungan penjajah. Meskipun secara kontekstual ada perbedaan di dalamnya, namun semangat yang ditunjukkan para pendiri Unkhair hampir memiliki derajat kesamaan.

           Pendirian Unkhair dilihat dari rentang kendali untuk mengenyam pendidikan di Maluku Utara sudah selayaknya terjadi. Kondisi ini ditandai dengan para lulusan SLTA yang mengalami peningkatan, serta para orang tua mereka yang bekerja sebagai Tani, Nelayan, Buruh, dan Usaha Kecil, yang pendapatan perkapitanya sangat minim untuk membiayai pendidikan mereka keluar dari daerah Maluku Utara. Ditambahkan lagi, kondisi ini juga merupakan wujud dari pemerataan pembangunan intelektual dengan daerah-daerah lain di Indonesia (khusus Indonesia Timur). Hal inilah yang menjadi catatan bagi para pendiri Unkhair tersebut. Dalam cerita sejarah Kesultanan Ternate, Sultan Khairun mempunyai catatan indah dalam mempertahankan wilayah kesultanannya, hingga akhirnya dibunuh dalam suatu rencana yang dilakukan oleh Gubernur Portugis di Ternate pada waktu itu (28 Februari 1570), yakni De Masquita, dengan pembunuhnya adalah seorang tentara portugis yang bernama Antonio Pimental (Amal, 2007). Ketersohoran Sultan Khairun telah menjadi simbol akan eksistensi sejarah Kesultanan Ternate hingga saat ini, disamping anaknya Sultan Baabullah. Dalam sejarahnya, kedua Sultan ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kepemimpinan mereka, hingga namanya  menjadi familiar di masyarakatnya.

        Atas dasar historis inilah, maka saya menyadari betul penamaan Universitas Khairun oleh para pendirinya dengan tidak menambahkan kata Sultan. Mungkin saya dari sekian banyak orang yang lebih memilih dengan nama UNKHAIR tanpa ada penambahan kata tersebut (fangare suba Jou). Nomenklatur ini setidaknya telah bersahaja dengan lisan masyarakat Maluku Utara khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dalam literatur sejarah yang banyak menceritakan tentang Kesultanan Ternate dan Tidore, memiliki implikasi atas nama tersebut. Sama halnya dengan pendirian Universitas Nuku di Tidore. Sedikit reaksioner atas tanggapan Jou Kolona Mudaffar Sjah, kenapa pada waktu pendirian Unkhair serta pada waktu pengembangan Unkhair ketika di jabat oleh alm. Jusuf Abdulrahman tidak diberi usulan seperti ini? Setidaknya jika pada proses pengembangan Unkhair (yang dikatakan sukses oleh khalayak) ketika dinakhodai oleh alm. Jusuf Abdulrahman diusulkan, maka sudah barang tentu direspon dengan realitas dasar tanpa adanya kepentingan oleh beliau (alm. Jusuf AR). Adapun waktu sebelumnya, ketika almarhum masih hidup, kenapa tidak disuarakan seperti sekarang ini (Suba Jou) ?, supaya legitimasi itu tetap terjaga dengan baik, hingga saatnya nanti gagasan itu dapat diakamodir.

            Dalam deretan nama-nama pendiri Unkhair, jelas ada satu nama yang menjadi indikator kuat akan nama Unkhair sekarang ini, yaitu Sultan Muhammad Djabir Syah (ayah dari Jou Kolano Mudaffar Sjah). Meskipun penggerak utamanya terdapat pada M.S. Djahir, Baharuddin Lopa, A.S. Abdul Latif dan Letnan Kolonel Soewigno, tetapi tanpa dukungan dari pihak Kesultanan Ternate niscaya Unkhair tidak akan mengalami perkembangan sampai dasawarsa kini. Sinergitas inilah yang masih terbagun antara pihak Unkhair dan pihak Kesultanan Ternate, dengan berbagai agenda yang saling terkait, guna disepakati bersama. Sebagai daerah kesultanan, tidaklah secara otomatis hubungan itu terjalin tanpa adanya ikatan-ikatan emosional. Ikatan emosinal inilah yang setidaknya dirajut kembali untuk mempertimbangkan usulan dari Jou Kolano Mudaffar Sjah, mengenai penambahan kata Sultan di depan kata Unkhair. Mengutip penjelasan dari Wakil Rektor I, Dr. Husen Alting, dimana ada semacam dikotomis dari berbagai tanggapan. Disatu sisi ada yang ingin menambahkan, sedangkan disisi yang lain, ada yang tidak ingin menambahkan.

            Dalam buku pedoman mengenai Universitas Khairun Ternate (1997), ketika mengikuti Pameran Raya Pendidikan dan Pelatihan tahun 1997 menjelaskan perihal nama tersebut merupakan nostalgia tentang Kesultanan Ternate yang pernah berjaya dalam sejarah akan masih berlanjut sebagai “The lost island”, kalau tidak segera diangkat kepermukaan oleh putera-puteri Kie Raha melalui aneka sarana yang dicapai termasuk dalamnya pemunculan melalui dunia kependidikan lewat sebuah “universitas kecil” di kawasan ini, yaitu Universitas Khairun Ternate

       Pimpinan UNKHAIR setelah didirikan adalah dalam bentuk Presidium yang diketaui oleh Bupati Maluku Utara, M.S. Djahir. Rektor kedua adalah A. S.A. Latif, BA (1977-1981), Rektor ketiga dr. Saleh Sahib (1981-1984), Rektor keempat Drs. H.M. Jusuf Abdulrahman (1984-1998), dan Rektor kelima adalah Drs. Rivai Umar, M.Si. (1998-2004) dan 2005-2009.

      Di bawah kepemimpinan Rektor periode 1984-1998, Drs. H.M. Jusuf Abdulrahman dan kemudian dilanjutkan dengan Rektor periode 1998-2003 Drs. Rivai Umar, M.Si., UNKHAIR diperjuangkan untuk dialihstatuskan menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sejalan dengan pembentukan Provinsi Maluku Utara; dan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 2004 tanggal 17 Maret 2004, UNKHAIR berubah status menjadi PTN.

      Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 126/O/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Khairun, UNKHAIR membina 2 Biro [Biro Administrasi Umum dan Keuangan; dan Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Sistem Informasi], 1 Lembaga [Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat], 4 UPT [UPT Perpustakaan, UPT Komputer, UPT PPL, UPT Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian], dan 7 Fakultas, masingmasing Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Pertanian, Fakultas Perikanan dan Ilmu Pengetahuan, Fakultas Sastra dan Budaya, dan Fakultas Teknik. Di dalam tujuh Fakultas itu, terdapat 25 Program Studi, yaitu Program Studi Ilmu Hukum, Ekonomi Pembangunan, Manajemen, Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, Pendidikan Biologi, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan, Program Diploma II Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Agronomi, Ilmu Tanah, Teknologi Pertanian, Produksi Ternak, Manajemen Sumber Daya Perairan, Ilmu Kelautan, Budi Daya Perairan, Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, Arsitektur, Sastra Indonesia, Sastra Inggris, dan Ilmu Sejarah.

      Sejak tahun 1984, UNKHAIR telah menunjukkan kemampuannya berkembang, terbukti dalam beberapa hal. Pertama, UNKHAIR mampu mendirikan kampus milik sendiri, menambah penambahan ruang belajar, menyediakan sarana belajar seperti laboratorium dasar dan pengembangan, laboratorium komputer, dan mendirikan Pusat-pusat Studi dengan berbagai kegiatan penelitiannya. Kedua, sejak tahun 1988 sampai 2006, UNKHAIR secara berkelanjutan mengirimkan dosen ke studi S2 dan S3. Sampai tahun 2007, dari 412 orang dosen yang dimiliki, 286 orang bergelar Sarjana (70,4%), 112 orang bergelar Magister (27,6%), 8 orang bergelar Doktor (1,9%), dan 1 orang Guru Besar. Di dalam jumlah 412 dosen itu, 99 orang sedang studi S2, dan 9 orang sedang studi S3, baik dalam maupun luar negeri. Sementara itu, tenaga kependidikan (teknisi, pustakawan, dan laboran) berjumlah 127 orang. Ketiga, dalam tiga tahun terakhir ini, terjadi peningkatan jumlah mahasiswa secara signifikan, 20,6%. Keempat, sebagian besar dosen UNKHAIR berusia muda, sebab itu memiliki kesempatan yang cukup untuk dapat mengembangkan diri, terutama dalam peningkatan kemampuan mengajar dan meneliti. Di samping itu, dukungan pimpinan baik pada tingkat Universitas maupun Fakultas cukup berperan bagi pengembangan kelembagaan, pembelajaran, dan pengembangan sumber daya dosen.
   
      Sampai tahun awal, tahun 2007, 17 dari 25 Program Studi telah terakreditasi, 3 berperingkat B dan 14 berperingkat C. Sementara itu, 8 Program Studi lainnya sedang dalam proses akreditasi. Pada tahun 2007 ini juga, berdasarkan Keputusan Perhimpunan Pusat Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Universitas Khairun telah ditetapkan sebagai Panitia Lokal Ternate SPMB dalam Regional III.

     Soekarno (Presiden RI I) pernah berujar bahwa jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, sepatutnya diresapi dan selalu diingat. Akan tetapi, jangan pernah sekali-kali membengkokkan sejarah, sepatutnya segera diluruskan kembali. Tawaran ini menjadi catatan buat generasi sekarang dan akan datang, untuk dapat mencermati berbagai fenomena yang bersentuhan dengan aspek historis.

Mengakhiri tulisan ini, semoga dapat memberi masukan bagi pihak Universitas Khairun Ternate (UNKHAIR). Bravo Unkhair.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar