Kamis, 21 Maret 2013

TATA CARA PENGAJUAN GUGATAN KEPAILITAN


TATA CARA PENGAJUAN GUGATAN KEPAILITAN
                proses permohonan dan putusan pernyataan pailit diatur dalam pasal 6 sampai dengan pasal 11 Undang-Undang Kepailitan. Adapun Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengajukan Gugatan Kepailitan, yaitu : 
1.       Tahap Pendaftaran Permohonan Pernyataan Pailit
Pendaftaran permohonan harus diajukan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan, yaitu:
a.             Permohonan harus diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktek,
b.            Apabila diajukan oleh seorang debitor ang menikah, maka permohonan didasarkan atas persetujuan suami atau isterinya,
c.          Wajib membayar Panjar Biaya perkara di Kepaniteraan sebagaimanaalazimnya suatu perkara perdata.
Permohonan mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan Niaga. Panitera Pengadilan Niaga dan wajib mendaftarkan permohonan tersebut pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Pasal 6 ayat (3) UUKPKPU mewajibkan Panitera untuk menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. Pasal 6 ayat (3) UU Kepailitan ini pernah diajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 071/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor 001-002/PUU.III/2005 telah menyatakan bahwa Pasal 6 ayat (3) beserta penjelasannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan-pertimbangan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi, antara lain :
a.       Bahwa Panitera walaupun merupakan jabatan di Pengadilan, tetapi kepada jabatan tersebut seharusnya hanya diberikan tugas teknis administrasi yustisial dalam rangka memberikan dukungan terhadap fungsi yustisial yang merupakan kewenangan hakim. Dalam Penjelasan Undang-Undang No 8 Tahun 2004, ditentukan bahwa tugas pokok panitera adalah menangani administrasi perkara dan halhal administrasi lain yang bersifat teknis peradilan dan tidak berkaitan dengan fungsi-fungsi peradilan (rechtsprekende functie), yang merupakan kewenangan hakim. Menolak pendaftaran suatu permohonan pada hakikatnya termasuk ranah (domein) yustisial. Panitera diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab melaksanakan fungsi yustisial, hal tersebut bertentangan dengan hakikat dari kekuasaan kehakiman yang merdeka, serta penegakan hukum dan keadilan sebagaimana terkandung dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945;
b.       Menimbang pula bahwa sejak lama telah diakui asas hukum yang berbunyi bahwa Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Asas ini telah dimuat dalam Pasal 22 AB yang berbunyi, de regter die weigert regt te spreken onder voorwendsel van stilwigjen, duisterheid of onvolledigheid der wet, kan uit hoofed van regtsweigering vervolgd worden (Rv.859 v.; Civ 4). Terakhir asas ini dicantumkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dengan menggunakan tafsiran argumentum a contrario, pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang hukumnya jelas mengatur perkara yang diajukan kepada pengadilan;
c.       Apabila Panitera diberikan wewenang untuk menolak mendaftarkan permohonan pernyataan pailit suatu perusahaan asuransi, hal tersebut dapat diartikan panitera telah mengambil alih kewenangan hakim untuk memberi keputusan atas suatu permohonan. Kewenangan demikian menghilangkan hak Pemohon untuk mendapatkan penyelesaian sengketa hukum dalam suatu proses yang adil dan terbuka untuk umum. Hal ini bertentangan dengan due process of law dan access to courts yang merupakan pilar utama bagi tegaknya rule of law sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945;
d.      Meskipun hasil akhir atas permohonan yang bersangkutan boleh jadi sama, yaitu tidak dapat diterimanya (niet onvantkelijkheid) permohonan yang bersangkutan, karena tidak terpenuhinya syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (5) undang-undang a quo, yang menurut Mahkamah tidak bertentangan dengan UUD 1945, keputusan demikian harus dituangkan dalam putusan yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;
e.      Menimbang bahwa karena penjelasan Pasal 6 ayat (3) merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari pasal yang dijelaskan, dengan sendirinya Penjelasan Pasal tersebut diperlakukan sama dengan pasal yang dijelaskannya. Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, panitera Pengadilan Niaga menjadi tidak berwenang untuk menolak setiap perkara yang masuk. Setelah mendaftarkan permohonan pernyataan pailit, panitera menyampaikan permohonan tersebut kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan didaftarkan.
2.       Tahap Pemanggilan Para Pihak
Sebelum persidangan dimulai, pengadilan melalui juru sita melakukan pemanggilan para pihak, antara lain:
a.       Wajib memanggil debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan;
b.      Dapat memanggil Kreditor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Debitor (voluntary position) dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU telah terpenuhi;
c.       Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 hari sebelum sidang pemeriksan pertama diselenggarakan.

3.       Tahap Persidangan atas Permohonan Pernyataan pailit
Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup seperti adanya surat keterangan sakit dari dokter, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang pemeriksaan sampai dengan paling lambat 25 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam Pasal 10 ayat (1) UUK PKPU dinyatakan bahwa selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:
a.       Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor; atau
b.      Menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi:
c.        Pengelolaan usaha debitor; dan
d.      Pembayaran kepada kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator.
Pengadilan hanya dapat mengabulkan permohonan tersebut apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan kreditor (Pasal 10 ayat (2) UUKPKPU). Dalam ayat (3) selanjutnya dikatakan bahwa dalam hal permohonan meletakkan sita jaminan tersebut   dikabulkan, maka pengadilan dapat menetapkan syarat agar Kreditor Pemohon memberikan jaminan yang dianggap wajar oleh pengadilan. Dari penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa jaminan hanya diperlukan apabila pemohonnya adalah Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan yang bertindak sebagai pemohon, jaminan tersebut tidak diperlukan. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan melalui panitera, yang menurut lampiran UUKPKPU pasal 5 harus diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktek. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor: W7.DC.HT.0801/VIIII/1998/01 maka ditetapkan mengenai besarnya biaya panjar dan biaya untuk pendaftaran perkara-perkara yang dimohonkan kepailitan adalah sebesar Rp 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) dengan perincian sebagai berikut :
- Materai 2 buah @ Rp. 2000,-                     :Rp. 4000,-
- Redaksi                                               : Rp. 3000,-
- Exploit                                                                : Rp. 1000,-
- Penyerahan Surat                                         : Rp. 5000,-
- Administrasi                                                    : Rp. 1015000,-
- Penyampaian Panggilan/Putusan           : Rp. 3972000,-
  Jumlah……………………………………………….. : Rp 5000000,-
Surat permohonan tersebut harus disertai dokumen-dokumen atau surat-surat dibuat rangkap sesuai dengan jumlah pihak, serta ditambah 4 rangkap untuk Majelis dan Arsip. Salinan/dokumen atau surat-surat yang berupa foto copy harus dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh Pejabat yang berwenang/Panitera Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Apabila salinan/dokumen atau surat-surat yang dibuat di Luar Negeri harus disahkan oleh kedutaan/Perwakilan Indonesia di Negara tersebut dan selanjutnya diterjemahkan oleh Penterjemah resmi ke dalam Bahasa Indonesia, demikian pula terhadap Salinan Dokumen dan surat-surat yang menyangkut kepailitan ke dalam Bahasa Indonesia. Dokumen atau surat-surat yang harus dilampirkan untuk permohonan Kepailitan Sesuai dengan ketentuan-ketentuan lampiran UU. Kepailitan No. 4 Tahun 1998 Pasal 1 jo Pasal 2 UUKPKPU No. 37 Tahun 2004, seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II buku ini, bahwa kepailitan dapat dilakukan oleh pihak-pihak berikut ini:
1.           Debitor sendiri;
2.            Seorang atau lebih Kreditornya;
3.           Kejaksaan untuk kepentingan Umum;
4.           Bank Indonesia (BI);
5.           Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM);
6.           Menteri Keuangan.
Terkait dengan proses pengajuan permohonan kepailitan yang dilakukan oleh para pihak tersebut juga harus diperhatikan mengenai dokumen atau surat yang harus dipenuhi atau dilampirkan yaitu sebagai berikut :
a.                 Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada Ketua / Pengadilan Negeri / Pengadilan Niaga Jakarta Pusat;
b.                  Izin Pengacara / kartu pengacara;
c.                  Surat Kuasa Khusus;
d.                 Akta Pendaftaran Perusahaan (Tanda Daftar Perusahaan) / yayasan / asosiasi yang dilegalisir (dicap) oleh kantor Perdagangan paling lambat 1 (satu) Minggu sebelum permohonan didaftarkan;
e.                 Surat Perjanjian utang (Loan Agreement) atau bukti lainnya yang menunjukkan adanya utang;
f.                  Perincian utang yang tidak terbayar;
g.                 Nama serta alamat masing-masing kreditor / debitor

1 komentar:

  1. bagus......ilmu ini harus dipelajari khususnya mhs/praktisi hukum

    BalasHapus